Kartini dan Literasi: Peran Buku dalam Perjuangan Pendidikan
Perempuan

Setiap tanggal 21 April, bangsa Indonesia memperingati Hari Kartini sebagai penghormatan
terhadap perjuangan Raden Ajeng Kartini dalam memperjuangkan hak-hak perempuan,
terutama dalam bidang pendidikan. Kartini tidak hanya dikenal sebagai pelopor emansipasi
wanita, tetapi juga sebagai sosok yang sangat peduli terhadap literasi dan pendidikan.
Baginya, buku bukan sekadar kumpulan kata, melainkan jendela dunia yang membuka
wawasan dan membebaskan pemikiran.

Literasi sebagai Kunci Perubahan

Sejak kecil, Kartini menunjukkan minat besar terhadap dunia literasi. Terlahir dalam keluarga
priyayi, ia memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan di Europeesche Lagere School
(ELS). Namun, ketika beranjak remaja, ia harus menghadapi tradisi pingitan yang membatasi
kebebasannya. Dalam keterbatasan itu, Kartini menemukan pelarian dan kebebasan dalam
buku.

Buku-buku yang ia baca, seperti karya Multatuli, Van Eeden, dan Abendanon, membuka
pemikirannya mengenai kesetaraan, hak pendidikan, dan emansipasi perempuan. Dalam
surat-suratnya, Kartini sering mengungkapkan kegelisahannya terhadap kondisi perempuan
pribumi yang tidak memiliki akses yang sama terhadap pendidikan. Baginya, literasi bukan
sekadar kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga alat perjuangan untuk membangun
peradaban yang lebih maju dan setara.

Peran Buku dalam Perjuangan Kartini

Kartini meyakini bahwa pendidikan adalah kunci untuk membebaskan perempuan dari
keterbelakangan. Dalam surat-suratnya kepada sahabat pena di Belanda, ia banyak berbicara
tentang pentingnya mendidik perempuan agar mereka dapat berperan lebih aktif dalam
masyarakat. Salah satu impiannya adalah mendirikan sekolah bagi perempuan agar mereka
bisa belajar dan meningkatkan kualitas hidupnya.

Tak hanya itu, Kartini juga ingin perempuan Indonesia memiliki akses terhadap literatur yang
berkualitas. Dengan membaca, mereka bisa memahami dunia luar, memperoleh wawasan
baru, dan berani bermimpi lebih tinggi. Pemikiran inilah yang kemudian menginspirasi
pendirian sekolah-sekolah perempuan setelah kepergiannya dan menjadi dasar bagi
perjuangan pendidikan perempuan di Indonesia.

Mewarisi Semangat Kartini dalam Literasi

Saat ini, literasi tetap menjadi isu penting dalam dunia pendidikan. Kemajuan teknologi
memang telah memudahkan akses terhadap informasi, tetapi tantangan dalam
meningkatkan minat baca dan kualitas literasi tetap ada. Semangat Kartini dalam
memanfaatkan buku sebagai sarana pembelajaran dan pemberdayaan perempuan patut
dijadikan inspirasi.

Gramedia Printing, sebagai bagian dari industri percetakan dan penerbitan, terus
berkomitmen untuk mendukung gerakan literasi di Indonesia. Buku tetap menjadi medium
penting dalam membangun generasi yang cerdas dan kritis, sebagaimana yang dicita-citakan
oleh Kartini. Oleh karena itu, momentum Hari Kartini ini bisa menjadi ajakan bagi kita semua
untuk lebih peduli terhadap literasi, khususnya dalam mendukung pendidikan perempuan.
Sebagaimana Kartini yang menyalakan obor literasi di masa lalu, kini saatnya kita
melanjutkan perjuangan tersebut dengan terus membaca, menulis, dan menyebarkan ilmu.
Karena seperti yang dikatakan Kartini dalam suratnya, “Habislah gelap, terbitlah terang.”
Dengan literasi, kita bisa menerangi masa depan.

Selamat Hari Kartini! Mari kita teruskan perjuangannya melalui literasi dan pendidikan.